Ust.
Tizar zein
Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada Tuhan melainkan
Allah…..
Syahadatain merupakan fondasi atau asas dari
bangunan keislamam seorang muslim. Jika fondasinya tidak kuat maka rumahnya pun
tidak akan kuat bertahan.
Ayat di atas, menjelaskan bahwa umat Islam tidak dibenarkan hanya sekedar mengucapkan atau melafalkan dua kalimat syahadah, tetapi seharusnya betul-betul memahaminya. Kata fa’lam berarti “maka ketahuilah, ilmuilah….” Artinya Allah memerintahkan untuk mengilmui atau memahami kalimat Laa Ilaaha Illallah bukan sekedar mengucapkannya, tetapi dengan yang pada gilirannya akan membentuk keyakinan (i’tiqod) dalam hati.
Pentingnya Syahadatain
Kalimat syahadah
sangat penting dipahami karena beberapa hal:
1. Pintu gerbang
masuk ke dalam Islam (madkholu ilal Islam)
Qs
2:108
Islam
ibarat rumah atau bangunan atau sistem hidup yang menyeluruh, dan Allah
memerintahkan setiap muslim untuk masuk secara kaaffah. Untuk memasukinya akan melalui sebuah pintu gerbang, yaitu syahadatain. Hal ini berlaku baik bagi
kaum muslimin atau non muslim. Artinya, pemahaman Islam yang benar dimulai dari
pemahaman kalimat itu. Pemahaman yang benar atas kedua kalimat ini mengantarkan
manusia ke pemahaman akan hakikat ketuhanan (rububiyyah) yang benar juga. Mengimani bahwa Allah-lah Robb semesta
alam.
2.
Intisari doktrin Islam (Khulasoh
ta’aliimil Islam)
Intisari ajaran
Islam terdapat terdapat dalam dua kalimat syahadah. Asyhadu anlaa ilaaha illallah (Aku bersaksi: sesungguhnya tidak ada
Ilaah selain Allah) dan asyhadu anna
muhammadan rasulullah (Aku bersaksi: sesungguhnya Muhammad Rasul
Allah). Pertama, kalimat syahadatain
merupakan pernyataan proklamasi kemerdekaan seorang hamba bahwa ibadah itu
hanya milik dan untuk Allah semata (Laa
ma’buda illallah), baik secara pribadi maupun kolektif (berjamaah).
Kemerdekaan yang bermakna membebaskan dari segala bentuk kemusyrikan, kekafiran
dan api neraka. Kita tidak mengabdi
kepada bangsa, negara, wanita, harta, perut, melainkan Allah-lah yang disembah (al-ma’bud). Para ulama menyimpulkan
kalimat ini dengan istilah Laa ilaaha illallah ‘alaiha nahnu; “di atas prinsip kalimat laa ilaaha illallah
itulah kita hidup, kita mati dan akan dibangkitkan”. Rasulullah juga
bersabda “Sebaik-baik perkataan, aku dan
Nabi-nabi sebelumku adalah Laa ilaaha illallah” (al-Hadist). Maka sering mengulang kalimat ini sebagai
dzikir yang diresapi dengan pemahaman yang benar ¾
bukan hanya melisankan ¾ adalah sebuah
keutamaan yang dapat meningkatkan keimanan. Keimanan yang kuat, membuat hamba
menyikapi semua perintah Allah dengan mudah. Sebaliknya, perintah Allah akan
selalu terasa berat di saat iman kita melemah. Kalimat syahadatain juga akan
membuat keimanan menjadi bersih dan murni, ibarat air yang suci. Allah akan
memberikan dua keuntungan bagi mereka yang beriman dengan bersih, yaitu hidup
aman atau tentram dan mendapat petunjuk dari Allah. Sebagaimana Dia berfirman
dalam al-Qur’an: “Orang-orang yang
beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik),
mereka itulah orang-orang yang mendapatkan keamanan dan mereka itulah
orang-orang yang mendapatkan petunjuk” (QS 6:82).
Kedua, kita
bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, berarti kita seharusnya meneladani
Rasulullah dalam beribadah kepada Allah. Karena beliau adalah orang yang paling
mengerti cara (kaifiyat) beribadah
kepada-Nya. Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Shalatlah kamu sebagaimana kamu melihat aku shalat…”. Selanjutnya
hal ini berlaku untuk semua aspek ibadah di dalam Islam.
3.
Dasar-dasar Perubahan (Asasul
inqilaab)
Perubahan yang
dimaksud adalah perubahan mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu perubahan
dari kegelapan (jahiliyah) menuju cahaya (Islam); minazzuluumati ilannuur. Perubahan yang dimaksud mencakup aspek
keyakinan, pemikiran, dan hidupnya secara keseluruhan, baik secara individu
maupun masyarakat. Secara individu, berubah dari ahli maksiat menjadi ahli
ibadah yang taqwa; dari bodoh menjadi pandai; dari kufur menjadi beriman, dst.
Secara masyarakat, di bidang ibadah, merubah penyembahan komunal berbagai
berhala menjadi menyembah kepada Allah saja. Dalam bidang ekonomi, merubah
perekonomian riba menjadi sistem Islam tanpa riba, dan begitu seterusnya di
semua bidang. Syahadatain mampu merubah manusia, sebagaimana ia telah merubah
masyarakat di masa Rasulullah dan para shahabat terdahulu. Diawali dengan
memahami syahadatain dengan benar dan mengajak manusia meninggalkan
kejahiliyahan dalam semua aspeknya kepada nilai-nilai Islam yang utuh.
4. Hakikat Da’wah
para Rasul
(Haqiqotud Da’watir Rasul)
Para nabi, sejak
Adam AS sampai Muhammad SAW, berda’wah dengan misi yang sama, mengajak manusia
pada doktrin dan ajaran yang sama yaitu untuk beribadah kepada Allah saja dan meninggalkan Thogut. Itu merupakan inti yang sama dengan kalimat syahadatain,
bahwa tiada Ilaah selain Allah semata. Seperti difirmankan Allah SWT: Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul
pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja) dan jauhi
thogut itu” (QS 16:36)
5. Keutamaan yang
Besar (Fadhooilul ‘Azhim)
Kalimat
syahadatain, jika diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, menjanjikan
keutamaan yang besar. Keutamaan itu dapat berupa moral maupun material;
kebahagiaan di dunia juga di akhirat; mendapatkan jaminan syurga serta
dihindarkan dari panasnya neraka.
Makna Asyhadu
Kata asyahdu yang terdapat dalam syahadatain
memiliki beberapa arti, antara lain:
1.
Pernyataan / Ikrar (al-I’laan
atau al-Iqroor)
Seorang yang bersyahadah berarti dia berikrar atau
menyatakan ¾
bukan hanya mengucapkan ¾
kesaksian yang tumbuh dari dalam hati bahwa Tidak Ada Ilaah Selain Allah.
2.
Sumpah (al-Qossam)
Seseorang
yang bersyahadah berarti juga bersumpah ¾ suatu kesediaan yang siap menerima akibat dan resiko
apapun ¾
bahwa tiada Ilaah selain Allah saja dan Muhammad adalah utusan Allah.
3.
Janji (al-Wa’du atau
al-‘Ahdu)
Yaitu janji setia akan keesaan Allah sebagai Zat
yang dipertuhan. Janji tersebut kelak akan dipertanggungjawabkan dihadapan
Allah (QS ?).
Syahadah muslim yang dinyatakan dengan kesungguhan,
yang merupakan janji suci,sekaligus sumpah
kepada Allah SWT; merupakan ruh keimanan. Iman adalah keyakinan tanpa
keraguan, penerimaan tanpa keberatan, kepercayaan terhadap semua keputusan
Allah (QS 49:15).
Hakikat Iman
Keimanan itu bukanlah angan-angan, tetapi mencakup 3 hal:
1. Dikatakan dengan
lisan
(al-Qoul)
Syahadah
diucapkan dengan lisan dengan penuh keyakinan. Semua perkataan yang keluar dari
lisan mu’min senantiasa baik dan mengandung hikmah.
2. Dibenarkan dengan
hati
(at-tashdiiq)
Hati
adalah lahan menyemai benih-benih keimanan. Semua yang keluar dari lisan
digerakkan oleh hati. Apa yang ada dalam hati akan dicerminkan dalam perkataan dan
perbuatan. Dalam hadist Bukhori digambar oleh Nabi SAW bahwa: “Ilmu (hidayah) yang Aku bawa ibarat air
hujan, ada jenis tanah yang subur menumbuhkan tanaman, ada tanah yang tidak
menumbuhkan hanya menampung air, ada jenis tanah yang gersang, tidak menumbuhkan
juga tidak menampung”. Allah, dalam al-Qur’an, membagi hati manusia menjadi tiga, yaitu hati orang mu’min (QS 26: 89), hati orang kafir (QS 2: 7) dan hati orang munafiq (QS 2: 10). Hati orang kafir yang tertutup dan hati munafik yang berpenyakit takkan mampu membenarkan keimanan (at-tashdiiqu bil qolb). Sedangkan hati orang mu’min itulah yang dimaksud Rasulullah SAW sebagai tanah yang subur yang dapat menumbuhkan pohon keimanan yang baik. Akar keyakinannya menjulang kuat ke tanah, serta buah nilai-nilai ihsannya dapat bermanfaat untuk manusia yang lain.
3. Perbuatan (al-‘Amal)
Perbuatan (amal) digerakkan atau
termotivasi dari hati yang ikhlas dan pembenaran iman dalam hati. Seseorang yang hanya bisa mengucapkan dan
mengamalkan tanpa membenarkan di hati, tidak akan diterima amalnya. Sifat
seperti itu dikategorikan sebagai orang munafik, yang selalu bicara dengan
lisannya bukan dengan hatinya. Karena munafik memiliki tiga tanda: bila
berbicara ia berdusta, bila berjanji ia ingkar, bila diberi amanah ia
berkhianat.
Perkataan,
pembenaran di hati dan amal perbuatan adalah satu kesatuan yang utuh. Ketiganya
akan melahirkan sifat istiqomah, tetap, teguh dan konsisten. Sebagaimana
dijelaskan dalam QS 41:30, sikap istiqomah merupakan proses yang terus berjalan
bersama keimanan. Mu’min mustaqim akan mendapatkan karunia dari Allah berupa:
·
Keberanian (asy-Syajaa’ah),
yang lahir dari keyakinan kepada Allah. Berani menghadapi resiko tantangan
hidup, siap berjuang meskipun akan mendapatkan siksaan. Lawan keberaniaan
adalah sifat pengecut.
·
Ketenangan (al-Ithmi’naan), yang lahir dari keyakinan bahwa Allah akan
selalu membela hamba-Nya yang mustaqim secara lahir bathin. Lawannya adalah sifat bersedih hati.
·
Optimis (at-Tafaa’ul),
lahir dari keyakinan terhadap perlindungan
Allah dan ganjaran Allah yang Maha sempurna. Orang yang optimis akan
tentram akan kemenangan hakiki, yaitu mendapatkan keridhoan Allah
(mardhotillah).
Ketiga karunia
Allah kepada orang mustaqim akan dilengkapi Allah dengan anugerah kebahagiaan hidup
(as-Sa’aadah), baik di dunia dan
akhirat.
Inilah pemahaman
terhadap konsep syahadah. Tidak mudah dalam pelaksanaannya, karena kita
berharap agar Allah memberikan kesabaran dalam memahaminya.
Semoga bermanfaat saudaraku...Aamiin
0 komentar:
Posting Komentar