Tak dapat dipungkiri, perdebatan dan
perbedaan mengenai penetapan awal puasa ramadhan maupun awal Idul Fitri hampir
setiap tahun terjadi. Hampir setiap tahun kaum muslimin disibukkan dengan
masalah “kapan memulai puasa dan kapan berhari raya?”. Para pemimpin dan
pengurus ormas-ormas Islam seperti NU, Persis, dan Muhammadiyah serta
organisai lain disibukkan berijtihad untuk memastikan kapan puasa tahun itu
dimulai dan berakhir, sementara masyarakat dibingungkan dengan berbagai
keputusan yang dibuat lembaga-lembaga Islam yang terkadang keputusannya
berbeda-beda. Bahkan akhir-akhir ini masyarakat sering dikacaukan oleh seruan
untuk memulai puasa atau berhari raya dengan berpedoman pada awal puasa dan
idul fitri di Saudi Arabia.
Tidak jarang karena
perbedaan-perbedaan tersebut, timbul gesekan-gesekan di masyarakat.
Masing-masing individu menganggap benar apa yang diputuskan oleh ormas
yang diikutinya dan menganggap salah terhadap yang lain, tanpa mereka tahu apa
sebetulnya yang dijadikan ukuran sebagai penentuan awal dan akhir puasa oleh
masing-masing ormas dan lembaga-lembaga Islam tersebut.
Tak sedikit pula rakyat atau
masyarakat yang kurang paham dengan hal tersebut menjadi "bermusuhan"
hanya gara-gara hal tersebut. Mudah-mudahan Anda yang sudah membaca artikel
berikut ini bisa memahami mengapa terjadi perbedaan tersebut.
Hal yang perlu diketahui dalam
kalender hijriah dan perbedaanya dengan Masehi.
a)
Jumlah
hari dalam Kalender Hijriah adalah 29 atau 30 hari, sedangkan masehi adalah 30
atau 31 hari, kecuali Februari 28 hari (29 hari jika tahun kabisat yang terjadi
tiap 4 tahun sekali)
b)
Aturan
penanggalan Hijriyah adalah berdasarkan edar bulan sedangkan Masehi adalah
matahari
c)
Jumlah
satu tahun adalah 12 bulan.
Beberapa cara penentuan awal bulan
(hijriyah) baru.
A. Rukyat/ Metode Hilal
Metode Rukyat adalah dengan melihat
Hilal atau suatu cara untuk menetapkan awal bulan, rukyat dapat dilakukan
dengan mata telanjang atau dengan alat bantu optik seperti teleskop. Rukyat
dilakukan setelah Matahari terbenam. Hilal hanya dapat dilihat sesaat setelah
Matahari terbenam (maghrib), karena intensitas cahaya hilal sangat redup
dibanding dengan cahaya Matahari, serta ukurannya sangat tipis. Bila cuaca mendung/buruk,
sehingga bulan tidak dapat dilihat, maka hendaklah menggunakan istikmal
(menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari). Teknik ini sudah
dipakai sejak Zaman Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin, hanya saja tidak
memakai alat bantu seperti teleskop, karena memang saat itu belum ada. tinggi
hilal di atas ufuk adalah minimal dua derajat, baru bisa dikatakan awal bulan
baru. Oleh karena itu, apabila posisi hilal kurang dari dua derajat tidak imkan
dirukyat dan tidak bisa ditetapkan sebagai awal Ramadhan dan awal Syawal,
sehingga awal ramadhan dan awal Syawal ditetapkan pada hari berikutnya
B. Metode Hisab
Penetapan dengan hisab melalui
pendekatan wujudul hilal. Artinya awal Ramadhan dan awal
Syawal ditetapkan berdasarkan perhitungan hisab asalkan posisi hilal berada di
atas ufuk berapa pun derajat tingginya, walaupun kurang dari 0,5 derajat,
dan walaupun hilal tidak dapat dilihat dengan mata kepala, karena yang penting
hilal sudah wujud. Jadi rukyatul hilal bil fi’li tidak perlu dilakukan dalam
penetapan awal atau akhir bulan.
Hisab bisa juga dikatakan adalah
suatu cara untuk menetapkan awal bulan Ramadhan, dengan menggunakan perhitungan
secara matematis dan astronomis untuk menentukan posisi bulan dalam menentukan
dimulainya awal bulan pada kalender Hijriyah.
Dalil-dalil yang digunakan oleh Ahli
Hisab dan Rukyah
a. Dalil Ahli Hisab
“Dia-lah yang menjadikan matahari
bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah
(tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan
tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu
melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada
orang-orang yang mengetahui”. (QS. YUNUS:5)
b. Dalil Yang Digunakan Oleh Ahli
Rukyat
Rasulullah Saw bersabda “Berpuasalah
dengan melihat hilal dan berbuka (berhariraya)lah dengan melihatnya pula. Jika
(hilal)terhalang (awan) hingga kalian tidak dapat melihatnya, maka genapkanlah
bilangan bulan Sya’ban menjadi 30 hari” (HR. al-Bukhari)
Dari Ibn Umar ra, sesungguhnya
Rasulallah Saw menceritakan Ramadhan, kemudian memukulkan tangannya, kemudian
bersabda “Sebulan itu adalah sekian dan sekian, kemudian beliau melengkungkan
ibu jarinya pada perkataan yang ketiga, maka berpuasalah kamu karena melihat
hilal, dan berbukalah (mengakhiri puasa) kamu karena melihat hilal. Jika hilal
tertutup oleh awan, maka pastikanlah bilangan hari pada bulan itu lamanya
menjadi 30 hari” (HR. Muslim).
Mengapa Muhammadiyah dan NU
sering berbeda dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal?
Menurut saya ada beberapa alasan;
a)
Ormas
Muhammadiyah dalam menentukan awal bulan baru menggunkan metode hisab. Metode
hisab biasanya sudah bisa diramalkan jauh-jauh hari. Berbeda dengan NU /
pemerintah, menggunakan metode rukyat, yang artinya hilal bulan baru jika
berada di atas 2 derajad di atas ufuk. dan baru tidak bisa diramalkan jauh hari
sebelumnya alias mesti dilihat atau dipraktekkan pada hari yang dianggap hilal
akan muncul.
b)
Muhammadiyah
menggunakan metode hisab tidak lain tujuannya adalah agar kita selaku umat
Islam tidak perlu direpotkan lagi dengan melihat hilal. Toh ilmu astronomi
sekarang sudah sangat canggih, sehingga pergerakan benda angkasa ataupun
misalnya gerhana bulan dan matahari sudah bisa diramalkan waktu dan tempatnya
dengan tepat. Selain itu, mereka beranggapan seandainya seluruh dunia misalnya
gelap ataupun tertutup awan, mustahil hilal dapat dilihat, terlebih
daerah-daerah yang sarana komunikasinya belum terjangkau dengan baik.
c)
Pemerintah,
selama puluhan tahun berpegang pada metode rukyat. Bagaimanapun pemerintah,
dalam hal ini Kementerian Keagamaan tentu memiliki alasan-alasan tertentu dalam
memakai metode ini. Toh alat sudah semakin canggih( misalnya teleskop atau
teropong), rasanya tidak repot-repot amat untuk melihat bulan baru. Media
komunikasi massal dan global sudah banyak dimiliki masyarakat, seperti
Handphone dan Televisi, sehingga berita dapat disosialisakan dengan
cepat.
0 komentar:
Posting Komentar