Sahabat ? kisah apa
yang lebih menyentuh jiwa kecuali kisah keteladanan yang penuh hikmah dan makna
.. Untuk itu mari kita baca dan simak kisah teladan berikut ini. Semoga menjadi
inspirasi…
Krisis itu masih
melanda Madinah. Korban sudah banyak berjatuhan. Jumlah orang-orang miskin
terus bertambah. Khalifah Umar Bin Khatab yang merasa paling bertanggung jawab
terhadap musibah itu, memerintahkan menyembelih hewan ternak untuk
dibagi-bagikan pada penduduk.
“Dari mana ini?” Tanya
Umar.
“Dari hewan yang baru
disembelih hari ini,” jawab mereka.
“Tidak! Tidak!” kata
Umar seraya menjauhkan hidangan lezat itu dari hadapannya. “Saya akan menjadi
pemimpin paling buruk seandainya saya memakan daging lezat ini dan meninggalkan
tulang-tulangnya untuk rakyat.”
Kemudian Umar menuruh salah seorang sahabatnya,” Angkatlah makanan ini, dan ambilkan saya roti dan minyak biasa!” Beberapa saat kemudian, Umar menyantap yang dimintanya.
Kisah yang dipaparkan Khalid Muhammad Khalid dalam bukunya ar-Rijal Haular Rasul itu menggambarkan betapa besar perhatian Umar terhadap rakyatnya. Peristiwa seperti itu bukan hanya terjadi sekali saja. Kisah tentang pertemuan Umar dengan seorang ibu bersama anaknya yang sedang menangis kelaparan, begitu akrab di telinga kita. Ditengah nyenyaknya orang tidur. Ia berkeliling dan masuk sudut-sudut kota Madinah. Ketika bertemu seorang ibu dan anaknya yang sedang kelaparan, Umar sendiri yang pergi mengambil makanan. Ia sendiri juga yang memanggulnya, mengaduknya, memasaknya dan menghidangkannya untuk anak-anak itu.
Keltika kelaparan mencapai puncaknya Umar pernah disuguhi remukan roti yang dicampur samin. Umar memanggil seorang badui dan mengajaknya makan bersama. Umar tidak menyuapkan makanan ke mulutnya sebelum badui itu melakukannya terlebih dahulu. Orang badui sepertinya sangat menikmati makanan itu. “Agaknya Anda tidak pernah merasakan lemak?” Tanya Umar.
“Benar,” kata badui
itu. “Saya tidak pernah makan dengan samin atau minyak zaitun. Saya juga sudah
lama tidak menyaksikan orang-orang memakannya sampai sekarang,” tambahnya.
Mendengar kata-kata
sang badui, Umar bersumpah tidak akan makan lemak sampai semua orang hidup
seperti biasa. Ucapannya benar-benar dibuktikan. Kata-katanya diabadikan sampai
saat itu, “Kalau rakyatku kelaparan, aku ingin orang pertama yang merasakannya.
Kalau rakyatku kekenayangan, aku ingin orang terakhir yang menikmatinya.”
Padahal saat itu Umar
bisa saja menggunakan fasilitas Negara. Kekayaan Irak dan Syam sudah berada
ditangan kaum Muslimin. Tapi tidak. Umar lebih memilih makan bersama rakyatnya.
Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan yang biasa Anda makan.”
Pada kesempatan lain, Umar menerima hadiah makanan lezat dari Gubernur Azerbeijan, Utbah bin Farqad. Namun begitu mengetahui makanan itu biasanya disajikan untuk kalangan elit, Umar segera mengembalikannya. Kepada utusan yang mengantarkannya Umar berpesan, “Kenyangkanlah lebih dulu rakyat dengan makanan yang biasa Anda makan.”
Sikap seperti itu tak
hanya dimiliki Umar bin Khattab. Ketika mendengar dari Aisyah bahwa Madinah
tengah dilanda kelaparan. Abdurrahman bin Auf yang baru pulang dari berniaga
segera membagikan hartanya pada masyarakat yang sedang menderita. Semua
hartanya dibagikan.
Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang. Penderitaan demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan mereka. Naiknya harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya jumlah orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros mereka kian marak.
Ironisnya, sikap ini justru amat jauh dari para pejabat sekarang. Penderitaan demi penderitaan yang terus melanda bangsa ini, tak meyadarkan mereka. Naiknya harga kebutuhan pokok sebelum harga BBM naik dan meningkatnya jumlah orang-orang miskin, tak menggugah hati mereka. Bahkan, perilaku boros mereka kian marak.
Anggota Dewan yang
ditunjuk rakyat sebagai wakil, justru banyak yang berleha-leha. Santai dan
mencari aman. Pada saat yang sama, para pejabat yang juga dipilih langsung, tak
pernah memikirkan rakyat. Yang ada dalam benak mereka , bagaimana bisa aman
selama lima tahun ke depan.
Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru kini diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh beda dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu saat dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir miskin.
Mereka yang dulu vocal mengkritik para pejabat korup dan zalim, justru kini diam. Ia takut kalau kursi yang saat ini didudukinya lepas. Sungguh jauh beda dengan Abu Dzar al-Ghifari, seorang sahabat Rasulullah saw. Ketika suatu saat dia cukup pedas mengkritik para pejabat di Madinah, Ustman bn Affan memindahkannya ke Syam agar tak muncul konflik. Namun, ditempat inipun ia melakukan kritik tajam pada Muawiyah bin Abu Sufyan agar menyantuni fakir miskin.
Muawiyah pernah
mengujinya dengan mengirimkan uang. Namun ketika esok harinya uang itu ingin
diambilnya kembali, ternyata Abu Dzar telah membagikannya pada fakir miskin.
Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan teramat kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin. Negeri kita kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang tertentu saja, rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat, anggota parlemen dan para pengusaha tamak.
Sesungguhnya, negeri kita ini tidak miskin. Negari kita kaya. Bahkan teramat kaya. Tapi karena tidak dikelola dengan baik, kita menjadi miskin. Negeri kita kaya, tapi karena kekayaan itu hanya berada pada orang-orang tertentu saja, rakyat menjadi miskin. Kekayaan dimonopoli oleh para pejabat, anggota parlemen dan para pengusaha tamak.
Di tengah suara
rintihan para pengemis dan orang-orang terlantar, kita menyaksikan para pejabat
dan orang-orang berduit dengan ayik melancong ke berbagai negari. Mereka seolah
tanpa dosa menghambur-hamburkan uang dengan membeli barang serba mewah.
Ditengah gubuk-gubuk
reot penuh tambalan kardus bekas, kita menyaksikan gedung-gedung menjulang
langit. Diantara maraknya tengadah tangan-tangan pengemis, mobil-mobil mewah
dengan santainya berseleweran. Pemandangan kontras yang selalu memenuhi
hari-hari kita.
Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala itu sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.
Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk ‘membersihkan’ harta si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.
Dimasa Umar bin Abdul azis, umat islam pernah mengalami kejayaan. Kala itu sulit mencari mustahiq (penerima) zakat. Mereka merasa sudah mampu, bahkan harus mengeluarkan zakat. Mereka tidak terlalu kaya. Tapi, kekayaan dimasa itu tidak berkumpul pada orang-orang tertentu saja.
Disinilah peran zakat, infak dan shadaqah. Tak hanya untuk ‘membersihkan’ harta si kaya, tapi juga menuntaskan kemiskinan.
Jika ini tidak kita
lakukan, kita belum menjadi mukmin sejati. Sebab, seorang Mukmin tentu takkan
membiarkan tetanggana kelaparan. Rasulullah saw bersabda, “Tidak beriman
seseorang yang dirinya kenyang, sementara tetangganya kelaparan.” (HR. Muslim)
Semoga bermanfa’at ….
bagus akhi..............
BalasHapusakhi follow blog ana riman12.blogspot.com
Ok deh,, ane follow back akhi
BalasHapus