Segala puji hanya milik Allah ‘Azza wa Jalla.
Hanya kepadaNya kita memuji, meminta tolong, memohon ampunan, bertaubat dan
memohon perlindungan atas kejelekan-kejelekan diri dan amal-amal yang buruk.
Barangsiapa yang diberi Allah petunjuk maka tidak ada yang dapat
menyesesatkannya dan barangsiapa yang Allah sesatkan maka tidak ada yang dapat
memberikannya hidayah taufik. Aku bersaksi bahwasanya tidak ada sesembahan yang
benar kecuali Allah dan tiada sekutu baginya. Aku bersaksi bahwasanya Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hambaNya dan UtusanNya.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi yang tidak pernah pakai dasi, Nabi yang tidak tidak pernah naik taksi apalagi makan terasi siapa lagi kalau bukan Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, keluarganya dan para sahabatnya ridwanulloh ‘alaihim
jami’an.
Adalah suatu hal yang telah menyebar luas dikalangan
masyarakat sebuah kebiasaan yang terlarang dalam islam namun sadar tak sadar
telah menjadi suatu hal yang sangat sering kita lihat bahkan sebahagian orang
menganggapnya adalah suatu hal yang boleh-boleh saja, kebiasan tersebut adalah
apa yang disebut sebagai pacaran. Oleh karena itu maka penulis
mencoba untuk memaparkan sedikit tinjauan islam tentang hal ini dengan harapan
penulis dan pembaca sekalian dapat memahami bagaimana islam memandang pacaran
serta kemudian dapat menjauhinya.
Pacaran yang dikenal secara umum adalah suatu jalinan hubungan cinta kasih
antara dua orang yang berbeda jenis yang bukan mahrom dengan anggapan sebagai
persiapan untuk saling mengenal sebelum akhirnya menikah.
Inilah mungkin definisi pacaran yang banyak tersebar
dikalangan muda-mudi. Maka atas dasar inilah kebanyakan orang menganggap
bahwa hal ini adalah suatu yang boleh-boleh saja, bahkan lebih parahnya lagi
dianggap aneh kalau menikah tanpa pacaran terlebih dahulu –wal
‘iyyadzubillah –. Lalu jika demikian bagaimanakah tinjauan islam tentang
hal ini? Berikut penulis coba jelaskan sedikit kepada pembaca –sesuai dengan
ilmu yang sampai kepada penulis– bagaimana islam memandang pacaran.
Pacaran adalah suatu
yang sudah jelas keharamannya dalam islam, dalil tentang hal ini banyak
sekali diantaranya adalah firman Allah ‘Azza wa Jalla :
وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلاً
“Dan
janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji dan seburuk-buruk jalan”. (Al Isra’ [17] : 32).
Ayat ini
adalah dalil tegas yang menunjukkan haramnya pacaran.
Berkaitan
dengan ayat ini seorang ahli tafsir Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di –rahimahullah- mengatakan dalam tafsirnya,
“Larangan
mendekati suatu perbuatan nilainya lebih daripada semata-mata larangan
melakukan suatu perbuatan karena larangan mendekati suatu perbuatan mencakup
larangan seluruh hal yang dapat menjadi pembuka/jalan dan dorongan untuk
melakukan perbuatan yang dilarang”.
Kemudian
Beliau –rahimahullah- menambahkan sebuah kaidah yang penting dalam hal
ini,
“Barangsiapa
yang mendekati suatu perbuatan yang terlarang maka dikhawatirkan dia terjatuh
pada suatu yang dilarang".
Hal senada juga sebelumnya dikatakan penulis Tafsir
Jalalain demikian juga Asy Syaukani –rahimahullah- namun
Beliau menambahkan, “Jika suatu yang haram itu telah dilarang maka
jalan menuju keharaman tersebut juga dilarang dengan melihat maksud pembicaran”. Bahkan
diakatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin –rahimahullah-,
“termasuk dalam ayat ini larangan melihat wanita yang bukan istrinya
(yang tidak halal baginya, pen.), mendengarkan suaranya, menyentuhnya, sama
saja apakah ketika itu dia sengaja untuk bersenang-senang dengannya ataupun
tidak”. Dari
penjelasan para ulama ini jelaslah bahwa pacaran dalam islam hukumnya haram
karena pacaran termasuk dalam perkara menuju zina yang Allah haramkan ummat
nabiNya untuk mendekatinya.
Jika ada yang mengatakan bahwa pacaran belumlah
dapat dikatakan sebagai perbuatan menuju zina, maka kita katakan
kepadanya bukankah orang yang paling tahu tentang perkara yang dapat
mendekatkan ummatnya ke surga dan menjauhkannya dari api neraka telah
mengatakan :
وَ احْفَظُوْا فُرُوْجَكُمْ وَ غَضُّوْا أَبْصَارَكُمْ وَ كَفُّوْا
أَيْدِيَكُمْ
“Jagalah
kemaluan kalian, tundukkanlah pandangan-pandangan kalian dan tahanlah
tangan-tangan kalian”.(HR. Ibnu
Khuzaimah)
Dalam hadits
yang mulia ini terdapat perintah untuk menundukkan pandangan dan
hukum asal dari suatu perintah baik itu perintah Allah ‘Azza wa Jalla
ataupun perintah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wajib dan adanya
tunututan untuk melaksanakan apa yang diperintahkan dengan segera.
Maka
jelaslah bahwa pacaran adalah suatu yang diharamkan dalam islam.
Kemudian jika ada yang mengatakan kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah
dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal?
Maka kita katakan pada orang yang beralasan demikian
dengan jawaban yang singkat namun tegas bukankah petunjuk Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik petunjuk? Bukankah
Beliau adalah orang yang paling kasih kepada ummatnya tidak memberikan petunjuk
yang demikian? Firman Allah ‘Azza wa Jalla,
لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ
حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, amt berat
terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin”. (At Taubah
[9] : 128).
Kata حَرِيصٌ
عَلَيْكُمْ pada ayat di atas ditafsirkan oleh Syaikh Abdurrahman bin
Nashir As Sa’di –rahimahullah- berarti bahwa, “Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang mencintai kebaikan kepada kita
ummatnya, mengerahkan seluruh kesungguhannya dalam rangka menyampaikan kebaikan
kepada mereka, bersemangat untuk dapat memberikan hidayah (irsyad, pent.)
berupa iman kepada mereka, tidak suka jika kejelekan menimpa
mereka dan menegerahkan seluruh usahanya untuk menjauhkan mereka dari kejelekan”. Dengan
demikian ayat di atas jelas menunjukkan bahwa Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang paling kasih pada ummatnya dan paling menginginkan
kebaikan untuk mereka namun Beliau tidaklah mengajarkan kepada ummatnya yang
demikian. Simak pula sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِنَّهُ لَمْ يَكُنْ نَبِىٌّ قَبْلِى إِلاَّ كَانَ حَقًّا عَلَيْهِ أَنْ
يَدُلَّ أُمَّتَهُ عَلَى خَيْرِ مَا يَعْلَمُهُ لَهُمْ وَيُنْذِرَهُمْ شَرَّ مَا
يَعْلَمُهُ
“Sesungguhnya
tidak ada Nabi sebelumku kecuali wajib baginya menunjukkan kepada umatnya
kebaikan yang dia ketahui untuk umatnya, dan mengingatkan semua kejelekan yang
dia ketahui bagi umatnya…”.(HR. Muslim)
Maka hendak kemanakah lari orang yang berpendapat kalau
seandainya pacaran tidak dibolehkan maka bagaimanakah dua orang insan bisa
menikah padahal mereka belum saling kenal? Bukankah Beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tatacara
menuju pernikahan? Apakah Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai
pengikut hawa nafsu hendak kemanakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah
jelas dan gamblang ini ?
Kalau seandainya yang demikian dapat mengantarkan kepada kebaikan tentulah
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam telah mengajarkannya kepada kita.
Sebagai
penutup kami nukilkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang
posisi shaf laki-laki dan perempuan dalam sholat, Beliau shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengatakan :
خَيْرُ صُفُوفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوفِ
النِّسَاءِ
آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا
“Sebaik-baik
shaf laki-laki adalah yang pertama, sejelek-jeleknya adalah
yang paling akhir dan Sebaik-baik shaf perempuan adalah yang
paling akhir, sejelek-jeleknya adalah adalah yang paling awal”.(HR. Bukhori)
Maka renungkan wahai saudaraku apakah lebih
layak orang –bukan suami istri– yang tidak sedang dalam keadaan
beribadah kepada Allah untuk berdekatan, berdua-duan dan bermesra-mesraan serta
merasa aman dari perbuatan menuju zina padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang mulia mengatakan yang demikian !!!??
Bukankah
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menyatakan :
ما نَهَيتُكُمْ عَنْهُ ، فاجْتَنِبوهُ
“Semua perkara yang aku larang maka jauhilah”(HR. Bukhori)
Semoga tulisan yang sederhana ini bisa bermanfa'at untuk kita semua.. aamiin allah huma aamiin
0 komentar:
Posting Komentar